Pages

Rabu, 15 Juli 2015

Enam (Menjadi Sebuah Cerita)

Namanya Iwan. Dia orang yang baik, pendiam, pemalu, serius, cerdas, dewasa, dan sederhana. Aku baru mengenalnya belum genap setahun tapi aku sudah menemukan apa arti hidup dari caranya melihat dunia. Awalnya aku hanya iseng menanyakan darimana asal sekolahnya namun nampaknya keinginan untuk semakin dekat makin muncul. Aku dan dia memang berbeda, usia, pola pikir, tingkah laku, gaya hidup, cara berbicara, semua berbeda. Tapi kami punya satu tujuan yang sama. 

Saat anak laki-laki lain saling beradu untuk aktif di kelas, dia tetap terlihat diam. Aku perhatikan dari jauh, dan saat aku melihatnya, aku seperti melihat seseorang di 4 tahun silam. Orang yang sempat aku kagumi. Akhirnya aku iseng untuk mencoba duduk disampingnya, menjalani perkuliahan seperti biasa, namun sama saja seperti yang aku lihat, diam tak ada respon, ke wanita sekalipun. Dari situ aku berhenti dan fokus memperhatikan lelaki sebaya lain yang sudah jadi kakak tingkat.  

Tak ada rasa sedikitpun padanya, bahkan saat ia mulai mengirim pesan padaku, yang ada aku malah heran dengan sedikit kerungan di dahi. Namun setelah itu, kami mulai berkomunikasi satu sama lain. Ia mulai berani bertanya padaku secara langsung, mulai bercanda, mulai memberi kritik, dan mulai bisa memanggil namaku. Mungkin saat itu kami bisa dibilang ''mulai dekat'', tapi sayang kedekatan kami tidak akan berbuah manis karena sepertinya ia sudah memiliki dambaan hati di kota asalnya.

0 komentar:

Posting Komentar